jam

IDA

IDA

Kamis, 05 November 2015

PENGELOLAAN ARSIP DINAMIS DAN STATIS
PENGELOLAAN ARSIP DINAMIS DAN STATIS ORGANISASI

Drs. Y. Suraja, M.Si. M.M.
ASMI Santa Maria Yogyakarta

Setiap organisasi harus berusaha mengelola arsip dengan baik. Untuk itu organisasi perlu melakukan pengelolaan arsip dinamis dan statis. Di samping juga perlu memperhatikan dukungan berbagai faktor yang terkait yaitu faktor kepemimpinan, profesionalisme/kompetensi arsiparis dan sumber daya manusia lainnya yang mengurus arsip, serta kondisi sarana prasarana yang dibutuhkan. Tulisan berikut bermaksud menguraikan perihal pengelolaan arsip dan faktor-faktor terkait tersebut.

A. Pengertian Arsip

Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Rekaman dapat berbentuk tulisan, gambar, suara. Media rekaman dapat berupa kertas, film, disk, kaset. Pengertian arsip ini berkenaan juga dengan berbagai jenis arsip. Dalam arti ini, arsip adalah satu atau lebih warkat (catatan, rekaman, dokumen, naskah) yang memiliki nilai guna dan disimpan untuk menjamin keselamatan dan persediaannya kembali bilamana dibutuhkan. Nilai guna yang dimaksudkan misalnya nilai guna administrasi, hukum, keuangan, pendidikan, riset dan pembuktian.

Ada berbagai jenis arsip, yang dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Arsip dinamis yang terdiri dari arsip vital, arsip aktif, arsip inaktif. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu. Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya tinggi dan/atau terus menerus. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi penggunaannya telah menurun.
2. Arsip statis. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip dan memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan.
3. Arsip terjaga. Arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya. 4. Arsip umum. Arsip umum adalah arsip yang tidak termasuk dalam kategori arsip terjaga

B. Organisasi Kearsipan dan Fungsinya

Organisasi kearsipan terdiri atas lembaga kearsipan, unit kearsipan dan unit pengolah.

1. Lembaga Kearsipan Lembaga kearsipan adalah lembaga yang memiliki fungsi, tugas, dan      tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip statis dan pembinaan kearsipan.

2. Unit Kearsipan Unit kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan kearsipan. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengelolaan arsip dinamis.
Unit kearsipan memiliki fungsi antara lain :
a. pengelolaan arsip inaktif dari unit pengolah di lingkungannya;
b. pengolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;
c. pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya;
d. penyerahan arsip statis oleh pimpinan pencipta arsip kepada lembaga kearsipan;
e. pembinaan dan pengevaluasian dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di lingkungannya.

3. Unit Pengolah . Unit pengolah adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab mengolah semua arsip yang berkaitan dengan kegiatan penciptaan arsip di lingkungannya.

C. Pengelolaan Arsip

Pengelolaan arsip dilakukan terhadap arsip dinamis dan arsip statis. Pengelolaan arsip dinamis meliputi: arsip vital, arsip aktif, dan arsip inaktif. Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab pencipta arsip. Sedangkan pengelolaan arsip statis menjadi tanggung jawab lembaga kearsipan.

1. Pengelolaan Arsip Dinamis

Pengelolaan arsip dinamis adalah proses pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, serta penyusutan arsip. Tujuan dari pengelolaan arsip dinamis adalah untuk menjamin ketersediaan arsip dalam penyelenggaraan kegiatan sebagai bahan akuntabilitas kinerja dan alat bukti yang sah berdasarkan suatu sistem yang memenuhi persyaratan : andal; sistematis; utuh; menyeluruh; dan sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria. Selain itu juga untuk menjaga keautentikan, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengelolaan arsip dinamis dilakukan melalui kegiatan-kegiatan : penciptaan, penggunaan, pemeliharaan dan penyusutan arsip.

a. Penciptaan Arsip Dinamis

Penciptaan arsip seperti surat dan naskah lainnya, gambar, dan rekaman merupakan aktivitas awal dari masa kehidupan arsip, yaitu kegiatan membuat surat dan dokumen atau naskah lain yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Penciptaan arsip dapat diartikan sebagai aktivitas membuat rekaman kegiatan atau peristiwa dalam bentuk dan media apapun sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam penciptaan arsip adalah :
(a) Penciptaan arsip dilaksanakan dengan baik dan benar untuk menjamin rekaman kegiatan dan peristiwa sebagaimana adanya sehingga menghasilkan arsip yang autentik, utuh, dan terpercaya
(b) Pencipta arsip dan/atau lembaga kearsipan dapat membuat arsip dalam berbagai bentuk dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain
(c) Penciptaan arsip dilaksanakan berdasarkan analisis fungsi dan tugas organisasi
(d) Penciptaan arsip harus memenuhi komponen struktur, isi, dan konteks arsip

Dari ketentuan-ketentuan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap pejabat dan pegawai unit kerja yang terlibat dalam pembuatan dokumen harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut dalam proses menciptakan arsip yaitu : baik dan benar, dapat menentukan bentuk dan/atau melakukan alih media meliputi media elektronik dan/atau media lain, penciptaan arsip dilaksanakan dengan melakukan analisis fungsi dan tugas organisasi, memenuhi komponen struktur, isi dan konteks arsip.

Dalam menciptakan arsip, pencipta arsip mengatur dan mendokumentasikan proses pembuatan dan penerimaan arsip secara akurat. Dalam hal ini, pencipta arsip harus/seharusnya melakukan pencatatan (perekaman) proses pembuatan dokumen, pencatatan pendistribusian dokumen baik pengiriman maupun penerimaannya. Pencatatan proses pembuatan dokumen misalnya berupa notulensi rapat, proses rapat, isi rapat, dan keputusan rapat yang berkenaan dengan pembuatan dokumen. Sedangkan pencatatan pendistribusian dokumen dilakukan dengan melakukan pencatatan pada buku/kartu agenda, pencatatan penyampaian dokumen dengan menggunakan lembar disposisi, dan lembar/buku ekspedisi (model lama), lembar pencatatan penerimaan dokumen, lembar kartu kendali, lembar kartu tunjuk silang, lembar pengantar surat (model baru), atau pencatatan secara elektronik dengan menggunakan komputer.

b. Penggunaan Arsip Dinamis

Arsip dinamis baik arsip vital, arsip aktif ataupun arsip inaktif masih selalu-sering-kadang-kadang digunakan oleh pejabat dan pegawai untuk kepentingan manajerial dan operasional organisasi.

Tentang penggunaan dan pemeliharaan arsip-dinamis dinyatakan bahwa :
(a) Pencipta arsip wajib menyediakan arsip dinamis bagi kepentingan pengguna arsip yang berhak. (b) Pencipta arsip membuat daftar arsip dinamis berdasarkan 2 (dua) kategori, yaitu arsip terjaga dan arsip umum.

Berkenaan dengan penggunaan atau peminjaman arsip, pencipta arsip dapat menutup akses atas arsip dengan alasan apabila arsip dibuka untuk umum dapat:
(a) menghambat proses penegakan hukum;
(b) mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat;
(c) membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
(d) mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya; (e) merugikan ketahanan ekonomi nasional;
(f) merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri;
(g) mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum;
(h) mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan
(i) mengungkap memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.

Di samping ketentuan kemungkinan penutupan akses atas arsip seperti tersebut di atas, ditetapkan pula bahwa pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup, menentukan prosedur berdasarkan standar pelayanan minimal serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan pengguna arsip. Berkenaan dengan penggunaan arsip ini pencipta arsip perlu memiliki ketentuan prosedur peminjaman arsip, ketentuan waktu peminjaman, dan prosedur pengembalian arsip termasuk sanksi apabila terjadi kehilangan arsip.

c. Pemeliharaan Arsip

Dinamis Pemeliharaan arsip dinamis dilaksanakan oleh pencipta arsip untuk menjamin keamanan informasi dan fisik arsip. Pemeliharaan arsip dilakukan sesuai dengan standar pemeliharaan arsip. Pemeliharaan arsip dilakukan untuk mencegah kerusakan arsip yang dapat terjadi karena faktor intrinsik yaitu bahan-bahan yang digunakan dalam menciptakan arsip seperti kertas, tinta, dan pasta/lem; atau karena faktor ekstrinsik yaitu akibat serangan dari luar seperti kelembaban, udara yang terlampau kering, sinar matahari, kekotoran udara, debu, jamur, serangga, rayap, gegat, api, dan air. Oleh karena itu untuk memelihara arsip maka ruang arsip harus kering, kuat, terang, berfentilasi yang baik, pancaran sinar matahari tidak langsung masuk ke ruangan, jendela dan pintu diberi jaring kawat untuk menyaring udara masuk, menyaring serangga, hewan kecil dan lainnya. Saluran air tidak melalui ruangan arsip. Suhu udara dan tingkat kelembaban udara diatur dan untuk mempermudah pengaturan suhu dan kelembaban udara perlu dipasang AC selama 24 jam terus menerus. Tempat penyimpanan menggunakan rak logam, dan arsip disusun agak merenggang, tidak terlalu rapat, diatur dengan cermat, dan arsip tidak terlipat. Selain itu, untuk mencegah serangga/rayap dapat dimasukkan kapur barus ke kotak/laci/almari arsip.

d. Penyusutan Arsip Dinamis

Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan arsip yang tidak memiliki nilai guna, dan penyerahan arsip statis kepada lembaga kearsipan. Penyusutan arsip dilaksanakan oleh pencipta arsip. Penyusutan arsip dilaksanakan berdasarkan jadwal retensi arsip dengan memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan masyarakat, bangsa dan negara . Jadwal retensi arsip adalah daftar yang berisi sekurang-kurangnya jangka waktu penyimpanan atau retensi, jenis arsip, dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan arsip.

Penyusutan arsip meliputi tiga kegiatan :
(a) pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan;
(b) pemusnahan arsip yang telah habis retensi dan yang tidak memiliki nilai guna dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(c) penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit kearsipan diatur oleh pimpinan pencipta arsip.

Tentang pelaksanaan pemusnahan arsip sebagai berikut :
(a) Pemusnahan arsip dilakukan terhadap arsip yang : (1) tidak memiliki nilai guna; (2) telah habis retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan JRA (Jadwal Retensi Arsip); (3) tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang; dan (4) tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu perkara.

(b) Pemusnahan arsip wajib dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang benar. (1) mendaftar secara lengkap arsip-arsip yang akan dimusnahkan (unit kerja, kode pokok masalah/masalah, jenis fisik arsip, tanggal, bulan dan tahun berkas, serta jumlah berkas) (2) melaksanakan pemusnahan arsip dengan cara membakar, melebur, atau mencacahnya, dan dengan membuat berita acara.

(c) Pemusnahan arsip pada pencipta arsip merupakan tanggung jawab pimpinan pencipta arsip yang bersangkutan, dengan memberikan tanda tangan sebagai tanda mengetahuii/menyetujui.

Sedangkan tentang penyerahan arsip dapat diatur sbb. bahwa satuan kerja di lingkungan organisasi wajib menyerahkan arsip statis kepada lembaga kearsipan. Berdasarkan sudut pandang JRA dapat dikatakan bahwa suatu arsip menjadi arsip statis harus melalui masa sebagai arsip aktif, arsip inaktif, dan setelah habis masa retensinya dan menurut penilaian arsip yang bersangkutan mempunyai nilai abadi atau berketerangan dipermanenkan, maka arsip tersebut tergolong sebagai arsip statis. Arsip yang tidak dikenali penciptanya atau karena tidak adanya JRA dan dinyatakan dalam Daftar Pertelaan Arsip (DPA) oleh lembaga kearsipan dinyatakan sebagai arsip statis. Pencipta arsip bertanggung jawab atas autentisitas, reliabilitas, dan keutuhan arsip statis yang diserahkan kepada lembaga kearsipan.


2. Pengelolaan Arsip

Statis Seperti dikemukakan di atas arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki nilai guna kesejarahan, telah habis retensinya, dan berketerangan dipermanenkan. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian arsip statis secara efisien, efektif, dan sistematis meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi, pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dalam suatu sistem kearsipan nasional. Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban nasional bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Pengelolaan arsip statis meliputi: akuisisi arsip statis; pengolahan arsip statis; preservasi arsip statis; dan akses arsip statis.

a. Akuisisi Arsip Statis

Akuisisi arsip statis adalah proses penambahan khasanah arsip statis pada lembaga kearsipan yang dilaksanakan melalui kegiatan penyerahan arsip statis dan hak pengelolaannya dari pencipta arsip kepada lembaga kearsipan. Akuisisi meliputi arsip statis yang telah diverifikasi secara langsung maupun tidak langsung. Lembaga kearsipan wajib membuat Daftar Pertelaan Arsip (DPA) yang diakuisisi dan mengumumkannya kepada publik. Setiap orang yang memiliki atau menyimpan arsip statis yang hendak diakusisi wajib menyerahkan kepada Lembaga Kearsipan. Lembaga kearsipan dapat melaksanakan akuisisi arsip statis dari lembaga pendidikan swasta dan perusahaan swasta yang memperoleh anggaran negara dan/atau bantuan luar negeri. Akuisisi arsip statis oleh lembaga kearsipan diikuti dengan peralihan tanggung jawab pengelolaannya.

b. Pengolahan Arsip Statis

Mengenai pengolahan arsip statis dapat diatur sebagai berikut. Pengolahan arsip statis dilaksanakan berdasarkan asas asal usul dan asas aturan asli. Pengolahan arsip statis dilakukan berdasarkan standar deskripsi arsip statis. Ini berarti bahwa pegawai lembaga kearsipan dalam melakukan pencatatan dan penyimpanan arsip statis memperhatikan unit kerja asal arsip dan pokok masalah, masalah dan perincian arsip tersebut. Cara ini akan dapat menjamin sistematika, pengendalian, dan kemudahan akses arsip.

c. Preservasi Arsip Statis

Sedangkan preservasi arsip statis dilakukan untuk menjamin keselamatan dan kelestarian arsip statis. Preservasi arsip statis dilakukan secara preventif dan kuratif. Preservasi arsip merupakan upaya memelihara dan menjaga arsip dari kerusakan yang mungkin terjadi. Berbagai bentuk usaha pemeliharaan arsip dinamis yang dikemukakan di atas dapat digunakan untuk melakukan pemeliharaan arsip statis. Sedangkan penjagaan arsip dari kemungkinan kerusakan dapat dilakukan dengan membersihkan ruangan secara berkelanjutan; memeriksa ruangan dan sekitarnya untuk memastikan aman dari serangga, rayap dan sejenisnya; penggunaan racun serangga dan kapur barus, pengawasan serangga anai-anai, larangan makan dan merokok di ruang arsip, tidak meletakkan arsip secara berdesak-desakan, secara rutin mengganti klip sebelum berkarat, mempergunakan rak dari logam, menjaga kebersihan arsip, mengeringkan arsip yang basah, dan melakukan perbaikan terhadap arsip yang rusak.

d. Akses Arsip Statis

Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil dari kewenangan hukum dan otorisasi legal serta keberadaan sarana bantu untuk mempermudah penemuan dan pemanfaatan arsip. Lembaga kearsipan wajib menjamin kemudahan akses arsip statis bagi kepentingan pengguna arsip. Akses arsip statis dilakukan untuk kepentingan pemanfaatan, pendayagunaan, dan pelayanan publik dengan memperhatikan prinsip keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip, yang didasarkan pada sifat keterbukaan dan ketertutupan. Lembaga kearsipan melaksanakan pelayanan berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pelayanan serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan akses. Arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum. Apabila akses terhadap arsip statis yang berasal dari pencipta arsip terdapat persyaratan tertentu, akses dilakukan sesuai dengan persyaratan dari pencipta arsip yang memiliki arsip tersebut. Terhadap arsip statis yang dinyatakan tertutup berdasarkan persyaratan akses atau karena sebab lain, kepala lembaga kearsipan sesuai dengan lingkup kewenangannya dapat menyatakan arsip statis menjadi terbuka setelah melewati masa penyimpanan selama 25 (dua puluh lima) tahun.

Lembaga kearsipan memiliki kewenangan menetapkan keterbukaan arsip statis sebelum 25 (dua puluh lima) tahun masa penyimpanan yang dinyatakan masih tertutup dengan pertimbangan: a. tidak menghambat proses penegakan hukum; b. tidak mengganggu kepentingan pelindungan hak atas kekayaan intelektual dan pelindungan dari persaingan usaha tidak sehat; c. tidak membahayakan pertahanan dan keamanan negara; d. tidak mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam kategori dilindungi kerahasiaannya; e. tidak merugikan ketahanan ekonomi nasional; f. tidak merugikan kepentingan politik dan hubungan luar negeri; g. tidak mengungkapkan isi akta autentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang kecuali kepada yang berhak secara hukum; h. tidak mengungkapkan rahasia atau data pribadi; dan i. tidak mengungkapkan memorandum atau surat-surat yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan.

Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, kepentingan penyelidikan dan penyidikan, arsip statis dapat diakses dengan kewenangan kepala lembaga kearsipan. Penetapan arsip statis menjadi tertutup dilakukan oleh kepala lembaga kearsipan dan dilaporkan kepada pimpinan organisasi. Penetapan dilakukan secara terkoordinasi dengan pencipta arsip yang menguasai sebelumnya. Penetapan keterbukaan arsip statis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan dan berlaku sejak arsip statis diterima oleh lembaga kearsipan. Oleh karena itu kepala lembaga kearsipan harus merumuskan dan menetapkan kebijakan tentang keterbukaan arsip statis dan kebijakan lainnya yang relevan untuk menjamin penyelenggaraan arsip organisasi yang efektif dan efisien.

D. Faktor-Faktor yang Berkaitan dengan Pencapaian Tujuan Pengelolaan Arsip

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pengelolaan arsip adalah kepemimpinan unit kearsipan dan lembaga kearsipan, kompetensi dan profesionalitas arsiparis, sumber daya manusia lainnya, dan kondisi sarana prasarana unit dan lembaga kearsipan.

1. Faktor Kepemimpinan

Unit Kearsipan dan Lembaga Kearsipan Unit kearsipan pada pencipta arsip dan lembaga kearsipan harus dipimpin oleh sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan formal dan/atau pendidikan dan pelatihan kearsipan. Kompetensi pimpinan unit dan lembaga kearsipan meliputi :

a. Ketrampilan teknis yaitu kemampuan menggunakan bahan, peralatan, komputer, almari arsip untuk melaksanakan kegiatan kearsipan dan mengatasi persoalan penggunaan fasilitas dan pelaksanaan pekerjaan kearsipan. Ketrampilan ini lebih banyak dibutuhkan oleh manajer/pimpinan lini pertama/bawah.

b. Ketrampilan manusiawi, yaitu kemampuan untuk bekerjasama, memahami, mempengaruhi dan memotivasi orang lain terutama para pegawai sebagai individu dan anggota kelompok. Ketrampilan ini lebih banyak dibutuhkan oleh manajer/pimpinan menengah.

c. Ketrampilan konseptual, yaitu kemampuan menguraikan dan menjelaskan masalah atau kejadian organisasi, ketergantungan antar satuan dan komponen organisasi, serta mengantisipasi berbagai perubahan yang mungkin terjadi. Termasuk kemampuan untuk melaksanakan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan. Ketrampilan ini lebih banyak dibutuhkan oleh manajer/pimpinan atas. Setiap manajer atau pimpinan unit perlu memiliki berbagai kemampuan tersebut, meskipun sesuai tingkatannya manajer atau pimpinan lebih membutuhkan kemampuan yang berbeda karena fungsi pokoknya yang berbeda. Pimpinan yang memiliki kemampuan tersebut akan dapat efektif dalam melaksanakan fungsi dan peran kepemimpinan atau manajerialnya.

2. Faktor Kompetensi Arsiparis dan Sumber Daya Manusia

Kompetensi atau profesionalitas arsiparis dan sumber daya manusia lainnya yang melaksanakan tugas kearsipan meliputi kemampuan pengetahuan kearsipan, manajemen dan organisasi; kemampuan ketrampilan atau teknis pelaksanaan tugas-tugas dan penggunaan bahan-bahan dan alat-alat kearsipan; pengalaman kerja di bidang kearsipan; kemampuan bersikap kerja yang baik seperti disiplin, cekatan, jujur, bersih, dan rapi. Kompetensi seperti itu sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan kearsipan, karena dengan kemampuan tersebut pegawai dapat bekerja dengan baik dan dengan demikian penyelenggaraan kearsipan dapat efektif mencapai tujuannya. Oleh karena itu penting pula bagi setiap organisasi untuk melakukan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia sehingga semakin memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidang kearsipan.

Lembaga kearsipan dapat melaksanakan pembinaan dan pengembangan arsiparis melalui upaya:
a. pengadaan arsiparis;
b. pengembangan kompetensi dan keprofesionalan arsiparis melalui pe-nyelenggaraan, pengaturan, serta pengawasan pendidikan dan pelatihan kearsipan;
c. pengaturan peran dan kedudukan hukum arsiparis; dan
d. penyediaan jaminan kesehatan dan tunjangan profesi untuk sumber daya kearsipan.

3. Faktor Kondisi Sarana Kearsipan

Sarana atau segala sesuatu yang dapat dipakai dalam penyelenggaraan kearsipan, perlu dimiliki dan dikembangkan oleh setiap unit kerja/lembaga kearsipan agar penyelenggaraan kearsipan dapat berlangsung efisien dan efektif. Bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan untuk melakukan proses pengambilan kebijakan, pengembangan, pembinaan, pengelolaan, dan pelaksanaan kerja kearsipan harus diupayakan dan diatur sehingga memiliki standar kualitas dan spesifikasi sesuai kebutuhan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pencipta arsip dan lembaga kearsipan perlu mengupayakan penyediaan prasarana dan sarana kearsipan sesuai dengan standar kearsipan untuk pengelolaan arsip, memanfaatkan dan mengembangkannya sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Standar kualitas dan spesifikasi prasarana dan sarana kearsipan adalah ketentuan standar tentang kualitas, bahan, bentuk, ukuran, jenis, dan lain-lain yang dijadikan acuan atau pedoman dalam pengadaan dan penggunaan prasarana dan sarana kearsipan. Agar pengelolaan arsip dapat efektif dan efisien, maka faktor kepemimpinan, profesionalisme/kompetensi arsiparis dan sumber daya manusia lainnya yang mengurus arsip, serta kondisi sarana prasarana yang dibutuhkan harus diperhatikan dan dipenuhi.

SEJARAH KPAD GK

Perpustakaan masyarakat adalah perpustakaan milik Dinas Pendidikan Masyarakat Kabupaten Gunungkidul yang merupakan salah satu kegiatan pendidikan luar sekolah dan disediakan untuk masyarakat umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul yang juga merupakan embrio berdirinya Perpustakaan Umum Daerah Tingkat II Gunungkidul.
Pada tahun 1986 dibentuk Perpustakaan Umum Daerah Tingkat II Gunungkidul berdasarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 18/188.45/6/1988 tertanggal 22 Januari 1988, tentang Pembentukan Perpustakaan Daerah Tingkat II Gunungkidul. Sesuai dengan Surat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta tertanggal14 Juli 1986 Nomor: 661.1/1380 perihal Dinas Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan/Dinas Pendidikan Masyarakat Kabupaten Dati II Gunungkidul, keberadaan Perpustakaan Umum Daerah Tingkat II Gunungkidul menjadi bagian tugas dari Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Wilayah Daerah Tingkat II Gunungkidul (Bagian Sosial Sekretariat Wilayah Daerah Tingkat II Gunungkidul) dan berada di bawah Sub Bagian Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan.
Pada tahun 2000 terjadi perubahan kelembagaan yang disebabkan oleh otonomi daerah. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor: 23 Tahun 2000 maka dibentuklah dinas-dinas daerah. UPTD Perpustakaan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor: 6 Tahun2001 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 23 Tahun 2000 tentang pembentukan dinas-dinas daerah dengan dihapuskannya bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Gunungkidul.
Pada tahun 2006 terbentuklah Kantor Perpusta kaandanArsip Daerah Kabupaten Gunungkidul berdasarkanPeraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 12 tahun2006 dan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 39/KPTS/2007 tentang UraianTugas Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Gunungkidul.

VISI dan MISI
Visi :
Terwujudnya Perpustakaan dan Arsip Daerah sebagai media pembelajaran menembus batas dan informasi kreatif menuju masyarakat produktif yang berdayaguna
Misi :
Mengembangkan kompetensi SDM yang kreatif, inovatif, dan produktif
Mengembangkan sarana dan prasarana perpustakaan dan arsip berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang tepat guna
Mengembangkan pengelolaan dan layanan prima
Meningkatkan peran dan kapasitas kelembagaan secara internal dan eksternal.

STRUKTUR ORGANISASI
Bagan struktur organisasi Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Gunungkidul sebagaimana tertuang dalam Lampiran IX Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi, Kedudukan danTugas LembagaTeknis Daerah dapat dilihat dalam bagan berikut :

Selasa, 03 November 2015

ASAL USUL KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAN WONOSARI


 Asal mula Kabupaten Gunungkidul dan Bupati Pontjodirjo, berawal dari runtuhnya kerajaan Majapahit. Beberapa orang pelarian dari Majapahit masuk melalui Gunung Gambar wilayah Kecamatan Ngawen, dan berhasil membuka hutan untuk tempat tinggal di Pongangan wilayah Kecamatan Nglipar. Salah seorang pelarian dari Majapahit, yang sekaligus sebagai pimpinannya dan masih bersaudara dengan Raja Brawijaya bernama R. Dewa Katong.

Di Pongangan R. Dewa Katong, karena kegigihan dan ketekunanya berhasil membangun sebuah dusun dan tidak lama kemudian banyak dihuni penduduk. Namun R.Dewa Katong tetap melakukan semedi bertapa, dengan maksud agar kelak anak cucunya menjadi orang yang berguna bagi orang lain serta tetap diberikan keselamatan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Tidak lama kemudian R. Dewa Katong mendapat wagsit bahwa permintaanya dikabulkan, akhirnya R. Dewa Katong pindah kehutan lain sekitar 10 Km dari Pongangan. Di tempat yang baru ini R. Dewa Katong karena usianya yang sudah tua akhirnya meningal dunia, dan tempat ini kemudian diberi nama Desa Katongan hinga saat ini.

Anak dari R. Dewa Katong yang bernama R.Suromejo, ternyata juga gigih membangun seperti orang tuanya, sehingga di Pogangan semakin ramai dihuni penduduk, karena keramaian itu kemudian R. Suromejo memutuskan untuk pindah tempat di dekat pohon Mojo yang tumbuh diatas karang, tempat ini kemudian diberi nama Karangmojo hingga saat ini.

Di Karangmojo, R. Suromejo berhasil membangun lingkungannya, sehingga di tempat yang baru ini juga menjadi ramai dihuni penduduk. Namun karena keberhasilanya ini akhirnya didengar oleh Raja Mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartasuro. Tidak lama kemudian, Sunan Amangkurat Amral menugaskan Tumenggung Prawiropekso, untuk bisa membuktikan dan melihat secara langsung kebenaran berita yang menyebutkan bahwa pelarian dari Majapahit telah berkembang dan membangun Karangmojo.

Sesampainya di Karangmojo, Tumenggung Prawiropekso langsung memberikan nasehat kepada R. Suromejo agar secepatnya minta izin kepada Sunan Amangkurat Amral jika ingin tetap tinggal di Karangmojo, karena Karangmojo ini masuk kekuasaan Mataram. Namun R. Suromejo berpendapat lain, bahkan menyatakan bahwa tempat ini tidak ada dasar yang menentukan milik Sunan Amangkurat Amral. karena masing-masing mempertahankan argumentasinya, akhirnya terjadi peperangan.

Dalam peperangan ini akhirnya R. Suromejo kalah dan menyerah kepada Tumenggung Prawiropekso. Tiga orang putranya terbunuh dalam peperangan itu yaitu Ki Mitowijoyo, Ki Poncobenawi, Ki Ponco Sadewa (menantu) dan hanya seorang putranya masih hidup yaitu Ki Poncodirjo.

Ki Poncodirjo ini kemudian takluk, sehingga oleh Pangeran Sambernyowo ditunjuk dan diangkat menjadi Bupati Gunungkidul yang pertama dengan gelar Mas Tumenggung Poncodirjo pada tahun1831.

Namun demikian Mas Tumenggung Poncodirjo tidak lama menjabat menjadi Bupati, karena dengan adanya penentuan batas daerah Gunungkidul, antara Sultan dan Mangkunegoro II pada tanggal 13 Mei 1831. Maka Gunungkidul pada saat itu dikurangi Ngawen daerah enelave Mangkunegara telah menjadi daerah Kadipaten.

Selanjutnya, Gunung Kidul terjadi pada masa berdirinya Kesultanan Yogyakarta. Kala itu yang menjadi raja adalah Sultan Hamengku Buwono I. Pada waktu pemerintahannya, daerah sepanjang pesisir Laut Selatan masuk ke dalam wilayah Kesultanan Yogyakarta. Namun, pada waktu itu namanya bukan Gunung Kidul, tetapi Sumengkar [sekarang wilayah Sambi Pitu, Gunung Kidul].

Sumingkar itu berasal dari kata “sumingkir” yang berarti menyingkir dalam bahasa Indonesia. Menurut sejarah dan keadaan masyarakat Sambi Pitu, mereka adalah pelarian dari Majapahit, yang menyingkir ke hutan Gunung Kidul saat itu. Berawal dari Brawijaya yang melarikan diri ke hutan Gunung Kidul dan “babad alas”, dan menjadikannya desa serta meninggalkan budaya yang beraneka. Kemudian Brawijaya moksa di Guwa Bribin, Semanu, dikarenakan ketika diminta masuk Islam  oleh Sunan Kalijaga tidak mau. Seperti halnya kini masyarakat yang telah menyebar di Rongkop, Semanu, Karangmojo, Ngawen, Nglipar, Sambi Pitu, saperangan Pathuk, dan Panggang, mereka telah menetap di hutan Gunungkidul sebelum terjadinya Palihan Nagari (perjanjian Giyanti) di Surakarta. Terbukti dengan adanya kebudayaan Jawa Asli-Hindhu-Buda-praIslam, seperti: tledhek, rasulan, cing nggoling, babad alas, reyog, peninggalan Hindu dan Buddha, dan sebagainya.

Di Sumingkar Adipati Wiranagara didapuk menjadi adipati. Beliau memiliki dua istri, yang pertama berasal dari Sumingkar, dan yang satunya adalah pemberian Sultan. Dikarenakan istri yang satu dari kraton Ngayogyakarta, sudah dapat dipastikan semua adipati mendapatkan kesenangan dalam bentuk apa saja dari rajanya. Suatu ketika sang adipati bertamu ke Kraton Ngayogyakarta, beliau mendapat titah dari Kanjeng Sultan supaya memindahkan kota Praja Kabupaten Gunungkidul yang saat itu berada di Sumingkar (Sambi Pitu) menuju Hutan Nangka Dhoyong [yang kini menjadi Kabupaten Gunung Kidul]. Kota praja kabupaten Gunungkidul perlu  dipindhah menurut tata letak tempat, sehingga kurang pas. Dan dirasa oleh Sultan kurang memberikan kenyamanan menyeluruh di kabupaten Gunungkidul. Itulah yang diceritakan oleh rakyat. Setelah pulang dari Kraton Ngayogyakarta, Adipati Wiranagara memanggil seluruh orang kepercayaan  di Sumingkar supaya datang ke pendhapa kabupaten. Namun hingga waktu yang telah di tentukan sang Adipati belum juga memulai pertemuan di karenakan Demang Wanapawira, yaiku Demang Piyaman (wilayah Piyaman sampai Nglipar sekarang ini), belum terlihat di pendhapa kabupaten. Para hadirin yang ada disana saat itu memiliki pandangan yang berbeda tentang belum hadirnya Demang Wanapawira. Sebelum Demang Wanapawira tiba, Rangga Puspawilaga asal Siraman, berkata kepada Adipati Wiranagara supaya Demang Wanapawira diberi hukuman karena terlambat datang. Namun usul itu tidak disetujui Sang Adipati bahkan Sang Adipati marah kepada Puspawilaga.

Dikarenakan Demang tak kunjung datang, maka Adipati Wiranagara pun memulai pertemuan itu. Beliau menceritakan kepada para hadirin saat itu. Namun mereka hanya bisa terdiam saat Adipati memerintahkan untuk membabad Hutan Nangka Dhoyong yang terkenal angker. Dan Sang Adipati pun menjelaskan jika tidak dilakukan pembabadan dan tidak memindahkan Kadipaten Sumingkar maka akan terjadi bencana hingga seluruh Kesultanan Ngayogyakarta. Adipati meminta agar dari sekian yang hadir berkenan melaksanakan titah Sultan, namun semua hanya diam. Sehingga beliau pun ingin melakukan titah Sultan sendirian. Namun tetika pernyataan itu muncul datanglah Sang Demang Wanapawiro. Sang Demang pun bersedia membabad Alas Nangka Dhoyong untuk membangun kota praja Kabupaten Gunungkidul, seperti halnya titah Sultan Hamengkubuwana.

Sebelum melaksanakan babad alas, Demang Wanapawiro menuju Piyaman meminta saran kepada Nyi Nitisari. Nyi Niti adalah saudara kandung dari Demang Wanapawiro. Mereka termasuk dari keturunan pelarian Majapahit waktu itu. Nyi Niti itu adalah orang yang terkenal di Gunung Kidul. Beliau dikenal supranatural dan paham tentang Hutan Nangka Dhoyong. Nyi Niti menyarankan sebelum babad alas agar melakukan selametan dan pensucian diri.

Kemudian Demang Wanapawiro dibantu dalam melaksanakan tirakat di bawah pohon tua yang besar. Mereka selalu mendapatkan gangguan dari jin dan makhluk halus lainnya. Namun semua itu dilalui tanpa takut. Malah makhluk-makhluk itu yang kalah. Dan munculah Nyi Gadhung Melati penghuni sekaligus utusan penguasa Laut Kidul, sehingga terjadilah pertarungan antara mereka. Dalam perterungan ini tak satupun yang dapat dikalahkan sehingga muncul perundingan dan Nyi Niti serta Demang Wanapawiro menceritakan niat mereka untuk babad alas untuk menjadikan Kota Praja. Akhirnya Nyi Gadhung Melati merestui tentu atas ijin Ratu Kidul. Namun harus ada syaratnya, yaitu agar pohon tua itu tidak ditebang supaya untuk menjaga masyarakat menempati wilayah itu nantinya. Syarat itu pun disetujui oleh Nyi Niti serta Demang Wanapawiro. Dan Nyi Gadhung Melati dengan segera memerintahkan kepada para Jin untuk membantu terwujudnya Kota Praja dengan membabad Hutan Nangka Dhoyong.

Setelah perundingan selesai, Demang Wanapawiro segera menghadap Adipati Wiranagara untuk meminta persetujuan agar segera terlaksana dalam babad alas tersebut. Nyi Niti serta Demang Wanapawiro yang dibantu oleh penduduk Piyaman mengadakan selametan untuk babad alas. Diceritakan juga bahwa penduduk Piyaman ikut membantu babad alas dikarenakan lihai dan terbiasa babad alas. Kini terwujudlah Kota Praja yang diinginkan Sultan Hamengkubuwana I.

Adipati Wiranagara memuji Demang Wanapawiro yang bisa mengubah hutan belantara menjadi sebuah kota. Diceritakan ada salah satu Putri dari Kepanjen Semanu (putra-putrinnya Panji Harjadipura) bernama Rara Sudarmi yang bersama Mbok Tuminah. Rara Sudarmi bertemu dengan Demang Wanapawiro yang juga menyukai Rara Sudarmi. Rara Sudarmi lan Mbok Tuminah akhirnya bertamu ke rumah Nyi Niti yang tak lain adalah saudara jauh dari Panji Harjadipura ayah Rara Sudarmi. Singkat cerita, Demang Wanapawira dan Rara Sudarmi dijodohkan dan menikah yang disaksikan oleh Ki Niti dan Mbok Nitisari.

Dalam waktu yang tidak lama Kota Praja yang dulunya Hutan Nangka Dhoyong kini menjadi ramai. Adipati Wiranegara sekali lagi memberi keparcayaan kepada Demang Wanapawira agar dapat membangun koya praja yang asri dan indah. Adipati Wiranegara melaporkan karya Demang Wanapawira kepada Sultan Hamengkubuwana melalui Patih Danureja. Karena jasanya dalam membabad Alas Nangka Dhoyong menjadi kota yang asri. Rakyat rakyatpun memuji Demang Wanapawira.

Peresmian bekas Hutan Nangka Dhoyong pun terlaksana dan Sultan Hamengkubuwana I member tanda Kota Nangka Dhoyong diambil dari nama ‘Wanapawira’ digabungkan dengan nama ‘Nitisari’, menjadi ‘Wanasari’. Sekarang biasa disebut ‘Wonosari’. Adapula yang menyebut nama kutha praja Gunungkidul yang terbentuk dari babad alas ini berasal dari nama ‘Wana’ yang berarti ‘alas’ atau hutan dalam bahasa Indonesia, dan kata ‘asri’ yang sering terucap ‘sari’artinya ‘endah’ atau indah dalam bahasa Indonesia.

Kemudian Demang Wanapawira diangkat menjadi adipati dengan gelar Adipati Wiranegara II. Panji Harjadipura diangkat jadi patih panitipraja Kabupaten Gunungkidul. Akhirnya nama Wanapawira dan Rara Sudarmi menyatu. Dimana Wanapawira, (‘Wana’ atau  ‘wono’ berarti ‘alas’ atau hutan, ‘pawira’ berarti ‘wong lanang-kendel-prajurit/ seorang prajurit lelaki yang tangguh’), bisa ‘membabad’ semua kadurhakaan yang ada di kanan kirinya, dengan kesungguhan dalam hatinya. Yaitu ‘alas rowe/kekuatan’ di dalam hati. Tentu dengan ‘ilmu’ dan ‘saudara’ yang dapat menguatkan dirinya, menjadi ‘tukang babad’, sesungguhnya.

Sumber sumber berasal dari cerita lisan (cerita rakyat) yang sementara masih menjadi misteri di Gunungkidul sebelah lor-kulon [utara-barat]. Diceritakan oleh Sastra Suwarna, mantan Kadus Piyaman I, Gunungkidul, dengan tambahan yang dirasa perlu untuk penulisan. Serta masih ada cerita yang belum tersingkap di Karangmojo-Ponjong-Semanu mengenai asal usul Kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul, yang dirasa berbeda ‘kepentingan’ dengancerita lisan ini. Atau versi babad yang bewujud buku atau naskah yang tersimpan rapat di dalam Kraton Ngayogyakarta.

Untuk Kabupaten Gunungkidul, data yang saya peroleh menyimpulkan bahwa hari lahir Kabupaten Gunungkidul adalah Hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau Tahun Jawa 15 Besar Tahun Je 1758 dan dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985.

BUPATI YANG PERNAH MEMIMPIN KABUPATEN GUNUNGKIDUL:

1. Mas Tumenggung Pontjodirjo
2. Raden Tumenggung Prawirosetiko
3. Raden Tumenggung Suryokusumo
4. Raden Tumenggung Tjokrokusumo
5. Raden Tumenggung Padmonegoro
6. Raden Tumenggung Danuhadiningrat
7. Raden Tumenggung Mertodiningrat
8. KRT. Yudodiningrat
9. KRT. Pringgodiningrat
10. KRT. Djojodiningrat
11. KRT. Mertodiningrat
12. KRT. Dirjodiningrat
13. KRT. Tirtodiningrat
14. KRT. Suryaningrat
15. KRT. Labaningrat
16. KRT. Brataningrat
17. KRT. Wiraningrat
18. Prawirosuwignyo
19. KRT. Djojodiningrat, BA
20. Ir. Raden Darmakun Darmokusumo
21. Drs. KRT. Sosrodiningrat
22. Ir. Soebekti Soenarto
23. KRT. Harsodingrat, BA
24. Drs. KRT. Hardjohadinegoro (Drs.Yoetikno)
25. Suharto, SH.
26. Prof. DR. Ir. H. Sumpeno Putro, M.Sc
27. Hj. Badingah, S.Sos. [saat ini]

Situs Sejarah:

Pertapan Kembang Lampir (tempat turunnya wahyu kerajaan Mataram Islam)
Pesarehan Ki Ageng Giring IV
Pesarehan R. Bondan Kejawan
Prasasti Ngobaran, dll

Secara yuridis, status Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu daerah kabupaten kabupaten yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta dan berkedudukan di Wonosari sebagai ibukota kabupaten, ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 15 Tahun 1950 jo Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1950 pada saat Gunungkidul dipimpin oleh KRT Labaningrat.
Guna mengabadikan Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul dibangun prasasti berupa tugu di makam bupati pertama Mas Tumenggung Pontjodirjo dengan bertuliskan Suryo sangkala dan Condro sangkala berbunyi : NYATA WIGNYA MANGGALANING NATA ” HANYIPTA TUMATANING SWAPROJO” Menuruut Suryo sangkala tahun 1831 dibalik 1381, sedang Condro sangkala 1758 dibalik 8571.
Arti Logo

Sesuai dengan Perda Nomor : 1 tahun 1968 Lambang Daerah pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengandung makna tersendiri sebagai berikut :
1.      Perisai sebagai alat penangkis serangan musuh/untuk melindungi diri.
2.      Bintang bersudut 5(lima) berwarna kuning emas, mengingatkan akan keagunganl Tuhan Yang Maha  Esa sebagai sumber segala perikehidupan dan penghidupan serta "Sangran paraning dumadi".
3.      Lukisan pohon beringin yang melambangkan pengayoman, tempat berteduh bagi rakyat yang  memerlukan pimpinan dan perlindungan dengan 5 (lima) akar dasar yang berarti bahwa  kepemimpinan di dalam Daerah Kabupaten Gunungkidul berdasarkan dan berlandaskan Falsafah  Negara Republik Indonesia: Pancasila.
4.      Pohon bercabang 3 (tiga) melambangkan, bahwa Pemerintah sebagai pelindung dari rakyat  mempunyai 3 (tiga) bidang, yakni : legislatif,eksekutif dan yudikatif. Pohon beringin mempunyai sulur (akar angin) 8 buah (sebelah menyebelah pokok pohon 4  sulur) berarti bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam melindungi, membina dan  memimpin maupun memerintah rakyat mengulurkan tangannya dan memberikan kesempatan kepada  rakyat untuk ikut serta secara aktif dalam pemerintahan dengan jalan melaksanakan dan  memberikan social control, social participation dan social responbility sehingga dapat tercapai  koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi.
5.      Roda bergigi, dalam naungan/pengayoman pemerintah, rakyat Gunungkidul giat membangun segala  bidang yang dilukiskan dengan sebuah roda bergigi berwarna putih perak, karenanya pembangunan  dilaksanakan dengan kesucian lahir batin.
6.      Lukisan busur panah berwarna merah putih berarti rakyat Gunungkidul gigih berjuang melawan  semua penghambat pembangunan di segala bidang yang ada dalam semangat kesatuan dan  persatuan yang digambarkan dengan, warna-warni sang saka, bendera pusaka kita:merah putih.
7.      Setangkai daun ketelah pohon (singkong) menggambarkan hasil produksi terbanyak didaerah     Gunungkidul.
8.      Sepasang burung lawet berwarna hitam menggambarkan salah satu hasil daerah Gunungkidul yang  tinggi nilainya yakni sarang burungnya. Selain itu burung lawet adalah burung yang tahan hidup di  daerah yang sangat sulit. Demikian pula rakyat Gunungkidul, meskipun tempat tinggalnya tandus dan sangat sulit, namun dengan semangat dan penuh keinsyafan dan rasa tanggung jawab  terhadap generasi yang akan datang selalu berusaha dengan sekuat tenaga menghasilkan kerja  yang kondusif dan produktif.
9.      Keris luk 5, dapur : Pandawa, berwarna kuning emas, mewujudkan senjata ampuh dan naluri di  tangan dan pemimpin-pemimpinnya dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan.
10.  Sederetan bukit berjumlaha 8 (delapan) buah menggambarkan daerah Gunungkidul yang berbukit-  bukit. Perlu kemantapan serta keteguhan hati untuk mengolahnya. Bukit yang berjumlah 8  (delapan) buah melambangkan "Hasta Dharma yaitu :
·         Pengayoman seluruh rakyat tanpa membedakan golongan aliran dan agama.
·         Pemberi petunjuk dan bimbingan kepada rakyat menunjukkan ketertiban dan keamanan.
·         Penyuluh dalam gelap dan penolong dalam penderitaan bagi seluruh lapisan masyarakat,    sehingga  terjadi ketenangan dan ketentraman lahir dan batin.
·         Pembina semangat kehidupan masyarakat sehingga tertanam sikap dan sifat dinamis, konstruktis,  dan korektif.
·         Pembangkit dan pemupuk daya cipta menuju ke arah kesejahteraan masyarakat.
·         Sifat sabar, tekun, ulet dan bijaksana agar dapat menampung dan mencarikan penyelesaian segala  persoalan hidup dan kehidupan rakyat sehari-hari.
·         Penggerak segala kegiatan masyarakat menuju tercapainya masyarakat adil makmur yang diridhoi  Tuhan Yang Maha Esa.
·         Memberantas kejahatan dan kemaksiatan dengan jalan bertindak tegas, adil dan jujur tanpa  pandang bulu dan harus menjadi teladan didalam kebaikan lahir, batin dan kemaslahatan.
11.  Setangkai padi berisi 5 (lima) butir padi berwarna kuning emas melambangkan kemakmuran Bangsa  Indonesia umumnya dan khususnya yang dicita-citakan rakyat Gunungkidul dalam bidang pangan.
12.  Setangkai kapas berbunga 4 (empat) buah dan berdaun 8 (delapan) helai melambangkan  kemakmuran Bangsa Indonesia umumnya dan Kabupaten Gunungkidul khususnya pada bidang  sandang.
13.  Lukisan laut dengan gelombang/ombak yang berjumlah 17 (tujuh belas) berwarna putih perak  menggambarkan bahwa Daerah Kabupaten Gunungkidul berbatasan dengan Lautan Indonesia  yang kaya raya.
14.  Rumput laut yang digambarkan berwarna coklat mewujudkan hasil Gunungkidul yang penting.
15.  Sehelai pita kuning bertuliskan "GUNUNGKIDUL" sebagai petunjuk bahwa lambang tersebut milik  Daerah Kabupaten Gunungkidul
16.  Warna-warna melambangkan sifat sebagai berikut :
Ø  Kuning/kuning emas : keluhuran yang bijaksanya atau cendekia
Ø  Hijau : doa, harapan dan Kepercayaan.
Ø  Biru : ketaatan, kesetiaan
Ø  Hitam : Kemantapan, keteguhan dan kekekalan
Ø  Merah : berani yang gagah perkasa
Ø  Putih : Kesucian yang bersih tanpa pamrih
Ø  Cokelat : kokoh, sentosa 
Nilai Budaya
Pesanggrahan Gembirowati 
Bangunan periode Islam ini terletak di Dusun Watugajah Desa Girijati Kecamatan Purwaosari. Situs ini seluas 13.200 meter persegi dan terletak di ketinggian 138 mdpl. Memliki struktur bangunan berteras dan berbahan batu putih. Di dalam OV (Oudheidkundige Verslag) tahun 1925 FDK Bosch menyebut bangunan ini berasal dari abad XVI dan berdasar gaya arsitektur dan pilar-pilar yang masih nampak bercorak Islam. Kisah tutur yang berkembang di masyarakat sekitar, pesanggrahan ini merupakan pesanggrahan putra-putra Prabu Brawijaya.


Gunung Kidul memiliki semboyan HANDAYANI :

H kependekan dari Hijau berarti :
Bahwa penghijuaan di Kawasan Kabupaten Gunungkidul tetap dan terus digalakkan agar tetap hijau sehingga menambah dan meningkatkan kesuburan dan karena hijau adalah kunci keberhasilan pebangunan di Kabupaten Gunugkidul.

A kependekan dari Aman berarti:
Bahwa suasana di Kabupaten Gunungkidul diharapkan selalu dala keadaan aman dan tentram, yang senantiasa terjaga ketertiban dan keamanannya sehingga dapat menunjang stabilitas nasional.

N kependekan dari Normatif berarti:
Segala tidakan semua aparat pemerintah beserta masyarakat senantiasa berdasarkan hukum dan peraturan perudang-undangan yang berlaku untuk mewujudkan aparatur pemerintah yang bersih dan wibawa serta masyarakat dan sadar hukum.

D kependekan dari Dinamis berarti:
Masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pembangunan penuh semangat, jiwa dan tenaga sehingga dapat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dalam mencapai keberhasilan pembangunan.

A kependekan dari Amal berarti:
Masyarakat Gunugkidul senantiasa sadar untuk melakukan amal shaleh dan atau
perbuatan luhur dengan berlandaskan iman yang kuat serta taqwa kepada Tuha YME.


Y kependekan dari Yakin berarti:
Aparatur pemerintah dan masyarakat harus percaya diri sendiri, tegas dan mantap dalam bertindak dan mengambil keputusan sehigga dalam melaksanakan setiap program kerja/kegiata pembangunan di yakini dapat berhsil dengan baik dan semakin meningkat.

A kependekan dari Asah Asih Asuh berarti :
Untuk menggrakkan masyarakat Gunungkidul dalam melaksanakan pembangunan senantiasa mengembangkan sikap-sikap mendidik/melatih dengan penuh kasih sayag, dan membimbingnya serta memelihara supaya dapat mempunyai kemampuan untuk mandiri.

N kependekan dari Nilai Tambah berarti:
Hasil dari setiap usaha diharapkan selalu mempunyai nilai tambah sehingga dapat semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

I kependekan dari Indah berarti:
Lingkungan panorama alam Gunungkidul yang indah, menarik dan menawan perlu dilestarikan serta obyek-obyek wisata relijious, wisata budaya,wisata sejarah, wisata pantai, wisata goa maupun wisata hutan perlu ditingkatkan penataannya agar lebih menarik para wisatawan sehingga mampu menambah dan meningkatkan pendapatan daerah.

Saya tulis ulang cerita ini dari berbagai sumber blog. Serta saya tambahkan kata yang diperlukan saat menyusun dan menyatukan cerita ini. Dalam menyatukan cerita-cerita ini, saya tidak bermaksud untuk melecehkan atau merusak cerita yang sudah ada terlebih dahulu.
Sumber :
http://www.wonosari.com/t2889-note-asal-usul-wonosari-pada-babad-alas-nangka-dhoyong yang berbahasa Jawa dan saya terjemahkan dalam bahasa Indonesia.
http://rhm.awardspace.com/sejarah.php
http://kekunaan.blogspot.com/2012/06/asal-mula-gunung-kidul.html
http://tengkoraksakti.blogspot.com/2010/10/gunung-kidul-sejarah-asal-usul-dan-yang.html
http://www.depdagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/34/name/di-yogyakarta/detail/3403/gunung-kidul
http://dwi-jo.blogspot.com/2011/03/arti-gunungkidul-handayani.html